Peningkatan jumlah kasus positif di Indonesia akibat COVID-19 membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merekomendasikan pembelajaran daring sebagai upaya menurunkan angka penyebaran virus.
Meski terdapat beberapa universitas ternama di Indonesia yang sudah siap melakukannya, hadirnya COVID-19 menunjukkan ketidaksiapan jauh lebih banyak institusi pendidikan di Indonesia dalam menerapkan sistem pembelajaran daring.
Misalnya, pemanfaatan teknologi pembelajaran daring masih didominasi oleh universitas di kota besar karena kapasitas finansial dan ketersediaan sistem pembelajaran digital yang lebih baik dibandingkan kampus kecil di daerah rural.
Namun lebih dari itu, tidak sedikit jumlah pendidik yang masih kesulitan menggunakan teknologi pembelajaran daring dan berakhir hanya memberikan tugas secara jarak jauh tanpa ada umpan balik maupun interaksi dengan siswa.
Saya menyarankan tiga langkah strategis yang dapat dilakukan Kemendikbud untuk mengatasi permasalahan tersebut dan mendukung budaya pembelajaran daring di Indonesia, bahkan pasca pandemi COVID-19 berakhir.
Pertama, menanamkan pola pikir tentang cara baru belajar
Dengan perkembangan teknologi dan internet saat ini dan mungkin 10-20 tahun ke depan, proses belajar dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja tanpa ada batas ruang dan waktu.
Sayangnya, iklim pendidikan di Indonesia masih belum adaptif pada perkembangan ini.
Sebuah studi tahun 2018 dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di Tangerang Selatan, Banten, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya orang tua, masih percaya bahwa pendidikan formal di dalam kelas merupakan satu-satunya jaminan untuk memperoleh pekerjaan.
Sebagai fondasi awal, Kemendikbud harus mengkomunikasikan kepada masyarakat untuk menyadari tuntutan baru sistem pendidikan dalam menyiapkan lulusan menghadapi berbagai pekerjaan baru di masa depan yang tidak cukup diajarkan hanya melalui kelas formal.
Penelitian menunjukkan model pembelajaran kelas formal hanya efektif untuk mengembangkan pengetahuan dasar dan mengenalkan materi baru, sehingga kurang efektif untuk mengembangkan keterampilan yang menuntut keaktifan siswa dalam menyelesaikan masalah secara kreatif dan inovatif.
Salah satu cara Kemendikbud bisa menegaskan hal tersebut adalah dengan merumuskan kembali kurikulum yang lebih sesuai dengan tuntutan keterampilan abad 21.
Misalnya, kurikulum tersebut bisa mengedepankan lebih banyak pembelajaran campuran antara tatap muka dan digital (blended learning).
Kedua, menyiapkan regulasi untuk pengembangan sumber belajar digital
Pemanfaatan platform yang menyediakan kelas daring (Massively Open Online Courses, atau MOOC) secara masif dan terbuka menjadi salah satu tren praktik pembelajaran daring yang paling efektif saat ini.
Beberapa contoh MOOC yang ternama secara internasional adalah Coursera, EdX, dan Khan Academy, sementara untuk kelas berbahasa Indonesia banyak terdapat di misalnya MOOC Universitas Terbuka, Indonesia X, atau Learning Center milik Organisasi Menteri Pendidikan Asia Tenggara (SEAMOLEC).
Meski pun MOOC di Indonesia sudah mulai dikembangkan, namun terdapat beberapa permasalahan.
Selain jumlah kelasnya yang masih sangat sedikit, studi tentang MOOC di Indonesia juga menunjukkan bahwa tingkat penyelesaian pada kelas daring yang tersedia pun masih rendah karena materi yang tidak lengkap dan kurang menarik bagi siswa.
Selain itu, ruang lingkup penggunaannya biasanya masih terbatas untuk masing-warga kampusnya saja.
Studi yang sama dari UMN menjelaskan bahwa kurangnya MOOC dan sumber belajar digital yang berkualitas disebabkan karena minimnya regulasi pendukung yang mendorong iklim pembelajaran digital di institusi pendidikan Indonesia.
Regulasi yang sudah ada tentang pendidikan jarak jauh (PJJ) belum mengatur tentang pengembangan sumber materi seperti platform MOOC maupun standar yang harus dipenuhinya.
Dengan landasan hukum, standar kualitas, dan sistem akreditasi yang jelas, Kemendikbud dapat mengembangkan sendiri maupun berkolaborasi dengan universitas lain untuk untuk memperkaya koleksi kuliah daring pada platform MOOC mereka.
Pada akhirnya, akan tersedia platform MOOC nasional yang memuat perpustakaan kualitas materi ajar yang lengkap dan terakreditasi dan dapat diakses di seluruh Indonesia secara terbuka.
Langkah alternatif untuk memperluas akses materi pada MOOC universitas sebenarnya sudah mulai diakukan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim melalui insiatif pembelajaran tiga semester di luar kampus pada kebijakan #KampusMerdeka.
Menurut saya, skema ini seharusnya bisa membuka ruang bagi mahasiswa di universitas kecil untuk mengambil kelas di universitas yang lebih besar, cukup secara daring melalui platform MOOC mereka.
Namun, lagi-lagi ini harus didukung oleh regulasi yang mengatur tentang sistem kredit semester (SKS) dan sertifikasi kelas pada pembelajaran berbasis MOOC.
Ketiga, mencetak tenaga pendidik yang adaptif dalam teknologi pembelajaran
Menurut penelitian dari Universitat Oberta de Catalunya, Spanyol, kemampuan pendidik dalam mendesain strategi belajar menjadi sangat penting karena merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan pembelajaran daring.
Di antaranya, merancang, mengorganisir, serta mengendalikan aktivitas dan materi belajar yang interaktif untuk mencapai tujuan belajar.
Pada kondisi saat ini, banyak guru dan dosen hanya memberi tugas secara daring tanpa adanya umpan balik lalu menganggap pekerjaannya sudah selesai tanpa ada perencanaan strategi belajar jangka panjang – sekedar memindahkan pembelajaran satu arah dari yang biasanya di kelas, ke ‘awan’.
Hal ini meninggalkan pengalaman dan kesan buruk bagi mahasiswa dalam melakukan pembelajaran daring.
Di sini, penguasaan tenaga pendidik terhadap teknologi pembelajaran, atau technological pedagogical knowledge (TPK) yang sesuai dengan strategi belajar dan fasilitas yang dimiliki siswa, menjadi kompetensi yang sama pentingnya.
Hal mendasar yang harus dilakukan oleh Kemendikbud adalah memfokuskan pelatihan tentang pengintegrasian teknologi dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk calon guru, mulai dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) hingga program-program pelatihan Kemendikbud lainnya.
Untuk mengurangi kesenjangan fasilitas akses jaringan internet, pemerintah juga perlu berkolaborasi dengan berbagai industri.
Misalnya, terdapat gagasan dari beberapa ahli yang mengusulkan kolaborasi perguruan tinggi dengan operator telekomunikasi untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh yang bisa difasilitasi oleh Dewan Teknologi Informasi Nasional.
Masa depan pembelajaran daring di Indonesia
Kehadiran COVID-19 menunjukkan ketidaksiapan sistem pendidikan di Indonesia baik di tingkat sekolah maupun universitas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran daring.
Padahal, dengan dukungan infrastruktur digital yang baik, pembelajaran daring dapat mendistribusikan materi pembelajaran yang berkualitas kepada siswa dari berbagai daerah di Indonesia, tanpa harus bergantung pada kehadiran universitas papan atas.
Siswa dengan keterbatasan fisik dan mental yang menyebabkan meraka harus tinggal di rumah, juga akan memperoleh layanan pendidikan yang layak seperti siswa lainnya.
Artikel diambil dari https://theconversation.com/tiga-langkah-strategis-untuk-dukung-budaya-pembelajaran-daring-pasca-covid-19-135337